People Innovation Excellence

MENGAPA KITA MENGABAIKAN KONSEP KEARIFAN LOKAL DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL?

Catatan ini dimulai dari penyebutan yang disampaikan oleh Brigg Morgandalam perspektif conflict resolution, sebagai berikut:

“……need approaches through engagement with local process and sources of insight. Why have local tradition been neglected?”

Pengabaian terhadap konten atau pendekatan lokal secara relatif (relative neglect) dalam penyelesaian perselisihan menggambarkan suatu kehilangan terhadap local indigenous ways of approaching and processing conflict, yang pada akhirnya menghilangkan nilai dan keadilan dari proses penyelesaian perselisihan (conflict resolution).[1]Perlunya diakomodasi nilai-nilai kearifan lokal dalam substansi hukum positif PPHI sekiranya dapat dilakukan mengingat alasan bahwa PHI juga terjadi di daerah (umumnya industri berada pada suatu daerah) yang kesemuanya memiliki aspek budaya, etika, dan moral yang merupakan suatu tatanan sebagai nilai lokal dan rasa keadilan.

Kebijakan pemerintah dalam mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal yang mengatur perselisihan di luar aspek ketenagakerjaan pernah dilakukan di daerah yang terakomodasi ke dalam hukum positif dalam bentuk Peraturan Daerah.[2]Berdasarkan premis tersebut, maka sekiranya terdapat korelasi yang memungkinkan pelaksanaan proses PPHI yang mengangkat substansi daerah sebagai nilai-nilai kearifan lokal dalam upaya mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan untuk mencapai perdamaian di antara pihak-pihak yang berselisih. Dengan demikian, Pemerintah Daerah perlu melakukan identifikasi budaya, etika, dan moral sebagai nilai kedaerahan yang mengatur mengenai perdamaian sebagai suatu kebiasaan yang hidup pada daerah tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, Judistira K. Garna pernah menyampaikan dalam tulisannya berjudul “Melintasi Waktu Menantang Masa Depan”, bahwa kebiasaan tersebut menjadi nilai moral yang mampu bertahan serta memiliki arti kebaikan yang terus diyakini menjadi milik batin yang tertanam dalam kehidupan masyarakat. Penjelasan terhadap kebiasaan yang menjadi salah satu sumber yang memberikan perkembangan terhadap hukum, dimulai dari Folksways(kebiasaan) àMores(Moral) àCustoms(Adat Istiadat) àNorms(Norma) yang kesemuanya membentuk hukum.[3]

Prinsip perdamaian dapat diupayakan dengan mengakomodasi nilai kedaerahan (local values) yang tercermin melalui nilai-nilai kearifan dengan mengedepankan cara-cara penyelesaian perselisihan secara musyawarah mufakat. Perumusan formula dari menggali nilai kedaerahan tersebut menjadi identifikasi terhadap suatu upaya membentuk kebijakan mufakat yang diambil sebagai suatu alternatif rumusan terhadap pengaturan peraturan substantial dan prosedural dalam proses PPHI yang memiliki tujuannya secara harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Brian Z. Tamanaha menjelaskan bahwa rule of lawmemiliki beberapa penjelasan sebagai formula alternatif terkait keadilan terhadap kriteria substantif dan prosedural (formal),[4]sebagaimana gambar di bawah ini:

 Gambar 1.1

Alternatif Bentuk Aturan Hukum (Akomodasi Nilai)

 

Wujud hukum positif sebagai hukum formal (prosedural) dalam proses PPHI yang menguraikan hal-hal terkait hak-hak dan kebebasan, kehormatan, serta kemuliaan warga masyarakat harus dipikirkan cara dan upaya pengakomodasian NKL oleh Pemerintah dengan yang berujung kepada penyempurnaan hukum positif oleh pihak berwenang secara materiil (substansial) berkeadilan.[5]

Eksistensi NKL pada masyarakat yang telah mendarah daging,[6]sekiranya perlu untuk diperjelas rumusan nilainya terhadap norma positif PPHI, sehingga nilai kearifan lokal tersebut sudah tidak diperlukan lagi penafsiran dan penempatan substansi nilai-nilainya. Mungkin, ketidakjelasan tersebut dapat dijadikan suatu hipotesis bahwa kurangnya pemahaman serta kontribusi ketidakmampuan Mediator hubungan industrial menjadikan proses PPHI tidak berujung pada perdamaian. Oleh sebab itu, menjadi suatu hal yang penting bahwa sangat penting membawa rumusan NKL sebagai konsep nilai yang terakomodasi ke dalam norma positif PPHI. Sehingga, prinsip perdamaian dapat diupayakan dengan mengakomodasi nilai kedaerahan (local values) yang tercermin melalui nilai-nilai kearifan lokal dengan mengedepankan cara-cara penyelesaian perselisihan secara musyawarah mufakat. Perumusan formula dari menggali nilai-nilai tradisional tersebut menjadi identifikasi terhadap suatu upaya membentuk kebijakan mufakat yang diambil sebagai suatu alternatif rumusan terhadap pengaturan peraturan substantial dan prosedural dalam proses PPHI yang memiliki tujuannya secara harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

 

[1]     Brigg Morgan, et.al., Mediating Across Difference-Oceanic and Asian Approaching to Conflict Resolution, Hawai Press, Honolulu, 2011, hlm. 19.

[2]     Arma Diansyah, Eksistensi Damang Sebagai Hakim Perdamaian Adat Pada Masyarakat Suku dayak di Palangkaraya, tesis, Universitas Udayana, 31 Mei 2011, hlm. 9.

Dicontohkan dalam hal ini adalah keberadaan “Damang” pada masyarakat suku Dayak di Palangkaraya. Damangadalah pimpinan adat Kedemangan yang berfungsi sebagai kepala adat dan Hakim Perdamaian Adat yang diakui dan ditaati oleh masyarakat. eksistensi kedudukan Damang sebagai hakim perdamaian adat diakui secara yuridis dalam kebijakan peraturan daerah yang berlaku dan masih ditaati oleh masyarakat Dayak di Palangkaraya; dalam pelaksanaan fungsinya Damang sebagai Hakim Perdamaian Adat senantiasa mengedepankan cara-cara penyelesaian perkara secara perdamaian yang dilandasi asas kerukunan, yakni saling asah, saling asih, saling asuhsehingga dapat menyelesaikan permasalahan secara tuntas dan hasilnya dapat memuaskan seluruh pihak. Kenyataan atas eksistensi Damang dalam penyelesaian perselisihan menunjukan bahwa belum pernah ada kasus perselisihan yang berlanjut pada tingkat di atas kedemangan atau banding ke pengadilan negeri setempat. Identifikasi ini menunjukan bahwa lembaga-lembaga adat pada daerah-daerah di Indonesia telah mampu menerapkan prinsip musyawarahmufakat dan bertindak sebagai penengahdalam setiap perselisihan yang ada bahkan keberadaannya (Damang) diakui dalam hukum positif. Pemda setempat menuliskan kembali hasil kesepakatan perdamaian adat yang dikenal dengan “Tumbang Anoi” ke dalam Peraturan Daerah Nomor 16/DPR-GR/1969 (pertama kalinya) yang merupakan pedoman bagi Damang Kepala Adat dalam melaksanakan tugasnya.http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-113-1528397757-isi%20tesis%20lengkap.pdf

[3]  Penelitian Disertasi Penulis, BAB 2 halaman 61, 2018.

[4]     Brian Z. Tamanaha, On The Rule of Law – History, Politic, and Theory, Cambridge University Press, New York, 2004, hlm. 91.

[5]     Penjelasan H.L.A. Hart mengenai hukum prosedural sebagai “peraturan pengakuan sekunder” dan hukum substansial sebagai “peraturan kewajiban primer”, dalam pencerminan sistem hukum sebagai “Fondasi Sistem Hukum”, akan dijelaskan pada Bab selanjutnya.

[6]     Nilai SA3 dalam penelitian lapangan telah ditanyakan diKampung Naga,Kasepuhan CiptaGelar, Masyarakat Kanekes (Baduy Luar),Budayawan Jawa Barat (Birokrat dan Akademisi), masyarakat perkotaan di Bandung.Medio Mei – Agustus 2016.

Hal yang didapat dari hasil penulusuran penelitian yang dilakukan terkait NKL SA3 di kota Bandung adalah untuk masyarakat millenial (usia 19-29 tahun) banyak yang kurang mengetahui falsafah SA3 (10 responden); generasi masyarakat yang berusia 30-49 tahun, cukup banyak yang mengetahu SA3 (10 responden); dan, untuk masyarakat yang berusia 50 tahun ke atas, nilai SA3 umumnya diketahui dengan penjelasan makna yang dimengertinya (10 responden). Sedangkan, untuk nilai SA3 pada kampung-kampung Adat di daerah penelitian, nilai SA3 tersebut memiliki penyebutan dalam kosakata kedaerahan masing-masing yang memiliki makna sama.


Published at : Updated

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close