People Innovation Excellence

KRIMINALISASI DAN DEKRIMINALISASI

Oleh VIDYA PRAHASSACITTA (Desember 2018)

Hal yang menentukan dari kriminalisasi adalah oportunisme politik dan kekuasaan. Keduanya berhubungan dan mendukung budaya politik di suatu negara. Kriteria objektif sepertu kerugian atau pelanggaran cenderung untuk mencair ke dalam waktu dari idologis politik. MacCormick berpendapat bahwa secara alami, hukum yang dibenarkan oleh prinsip kerugian (harm principle) dalam sebuah pemberian interpretasi dari kerugian (harm) memang bertepatan dengan ajaran yang dipegang luas terhadap perilaku berbahaya. Hukum pidana sejauh yang terkait dengan menangkis perilaku berbahaya yang diarahkan untuk melindungi legitimasi kepentingan berdsarkan politik moral tertentu. Dalam melakukan kriminalisasi maka prinsip kerugian (harm principle) menjadi perbincangan atau pun pertanyaan seperti dalam pelanggaran kekerasan dan konsep baru dari pelanggaran masuk tanpa izin (trespass). Sebagai tambahan, prinsip demokrasi dan politik terkait reperensasi demokrasi juga dipertanyaan mengenai teori dan praktek dalam pembenaran dalam menerapkan hukum pidana.

Terdapat perdebatan mengenai autonomi prinsip atau kebebasan positif, kombinasi dengan minimalis versi dari prinsip kesejahteraan (walfare) seharusnya menyediakan fondasi bersana dengan European Convention on Human Right. Terdapat beberapa tipe perbuatan yang seharusnya dikriminalisasi untuk memastikan bahwa individu tidak memiliki autonomi yang dilanggar oleh perbuatan paksaan dari yang lain dan kondisi otonomi tersebut diabadikan. Akan tetapi secara umum prinsip autonomi menyarankan bahwa hukum pidana seharusnya minimum. Dengan perkataan lain sarana peraturan seharusnya sedapat mungkin diadopsi. Hal ini kemudian akan bertentangan dengan hal-hal sebagai berikut:

  • Kriminalisasi pelanggaran perilaku kecuali kriteria lebih lanjut dipenuhi;
  • Penggunaan alasan paternalistic untuk membenarkan krimialisasi, kecualis untuk melindungi yang rentan;
  • Kewajiban pidana (criminal liability) untuk kelalian (omission) kecuali untuk kasus yang kuat;
  • Memperluas sanksi pidana untuk kerugian minor (minor harm);
  • Kewajiban pidana (criminal liability) berdasarkan bahwa jarak jauh (remote harm); dan
  • Pembuatan dari apa yang disebut sebagai kejahatan tanpa korban (victimless crimes).

Di sisi lain prinsip kesejahteraan (walfare principle) mendukung argumen yang sebaliknya dalam kasus dimana konsekuensi dari individual terlibat mungkin sangat serius sebagai ancaman terhadap atonomi mereka.

Argumen dasar mengenai kriminalisasi dan dekriminalisasi terletak pada permasalahan bukti di mana kadangkala bukti empiris dan lainnya harus disediakan. Contohnya perdebatan mengenai narkotika dan sanksi pidana harus berkaitan dengan bukti empiris terkait akibat dari menggunakan obat tersebut dibandingan dengan akibat serupa serta terkait dengan sifat dan jumlah kejahatan narkotika.

Tidak kalah pentingnya adalah sebuah prediksi yang benar berdasarkan efek praktis dalam memperkenalkan pelanggaran baru. Terutama dalam hal penerapan yang selektif dan pengadopsian yang kreatif. Penerapan yang selektif maksudnya dampak dari tidak proporsional terhadap kelompok masyarakat tertentu harus dihindari. Adaptasi kreatif maksudnya aparat penegak hukum harus mengantisipasi apa yang yang tidak diantisipasi oleh legislator. Hal ini mungkin menjawab bahwa permasalahan dari pengawasan diskresi diantara para aparat penegak hukum maupun legislator dalam proses kriminalisasi.

Satu permasalahan penting dalam perdebatan tentang kriminalisasi adalah bagaimana mengakses relatifitas dari keseriusan dari kerugian (harm). Hal ini cukup serius untuk membenarkan kriminalisasi. Bagian lain yang dipersamakan adalah bentuk dari pengawasan sosial apakah sesuai dan apakah lebih efektif. Diskusi mengenai hal ini dalam hukum Inggris dan Wales tumpul dengan absennya berbagai alternatif pembangunan bentuk dari regulasi dari perbuatan yang tidak diinginkan. Tidak adanya kategori umum mengenai infractions, violation, civil offences atau administrative offences menjadi ketidakseragaman dalam penegakan atau pengadilan terhadap kategori kesalahan (wrongs). Dalam teori hukum pidana seharusnya dibagi menjadi sanksi perdata dan peraturan administrative dengan berdasarkan referensi untuk mensensor fungsi dan dengan prinsip dimana lingkup hukum pidana seharusnya dibuat minimalis. Argumen mengenai kriminalisasi dan dekriminalisasi seharusmnya diuji tidak hanya dengan empiris tetapi juga dengan pembenaran dalam menerapkan sanksi dari pada bentuk regulasi. (***)



Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close