People Innovation Excellence

TAFSIR TERHADAP DELIK KARTEL DALAM UU NO. 5/1999

Oleh AHMAD SOFIAN (April 2018)

Dalam berbagai liratur ada banyak definisi yang diberikan tentang kartel. Kartel didefinisikan sebagai perjanjian antara pelaku usaha (yang umumnya adalah pesaing mereka) yang bertujuan untuk meningkatkan keuntungan. Kartel ini terjadi karena sebelumnya mereka melakukan perang harga sehingga menimbulkan ketidakstabilan pasar, oleh karena itu mereka (pelaku usaha) membuat perjanjian  untuk mengatur harga dan mendapatkan keuntungan yang tinggi serta mengontrol pasar (Masisomo Motta, 2004). Jadi sebenarnya kartel ini adalah kesepakatan (bisa tertulis bisa tidak tertulis), kolusi atau konspirasi yang dilakukan oleh palaku usaha yang berbentuk persengkolan tender, penetapan harga, atau pembagian wilayah pasar. Mereka telah melakukan permufakatan jahat dan merealisasikan permukatan jahat tersebut  sehingga muncullah monopoli dana tau oligopoly sehingga dapat mematikan mekanisme yang natural dan merugikan konsumen, pelaku usaha lain serta negara. Dalam konteks hukum persaiingan usaha sering juga disebut dengan unfair competition.

Dalam konteks hukum pidana kartel merupakan salah satu bentuk  kejahatan kerah putih (white collar crime) yang melanggar moral dan digolongkan sebagai perbuatan yang tercela sehingga harus dipidanakan. Ketika hukum pidana melarang perbuatan ini, maka hukum pidana akan bereaksi ketika terjadi pelanggaran. Kartel bertujuan untuk menjalankan bisnis dengan mendapatkan keuntungan yang maksimum, sehingga konsumen harus membayar lebih dari yang seharusnya. Para pelaku kartel membuat consensus dalam menjalankan bisnis mereka namun menimbulkan akibat yang terlarang (a legitimate cause for the injury). Peningkatan harga  yang tidak rasional menimbulkan dampak buruk tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga  jangka panjang  sehingga perbuatan ini digolongkan sebagai perbuatan kriminal (Patrick Gunsberg, 2015).

Mengacu pada pengertian kartel secara akademik sebagaimana disebut di atas maka Indonesia telah memilki satu undang-undang yang melarang praktek kartel yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Meksipun terminologi kartel hanya ditempatkan dalam Bagian Kelima yang berjudul kartel dan hanya ada 1 pasal yaitu  Pasal 11, namun  jika dimaknai pengertian kartel yang sebenarnya, maka beberapa pasal lainnya secara implisit mengatur soal kartel yaitu Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9,  Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 22, Pasal 24. Sementara itu sanksi pidana untuk pelaku kartel diatur dalam Pasal 48, Pasal 49. Selain itu ada juga tindakan administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 47.

Tulisan singkat ini hanya memaparkan  satu pasal yaitu tentang delik kartel yang diatur dalam Pasal 11 sementara pasal-pasal lainnya akan dibahas dalam tulisan berikutnya. Pasal 11  berasal dari Bagian Kelima dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 yang berjudul Kartel.  Bunyi lengkap Pasal 11 ini adalah:

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,  yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”

Berikut ini akan dianalisis tentang tafsir terhadap  delik kartel  yang didasarkan pada doktrin-doktrin hukum pidana. Dari sisi rumusan delik, maka Pasal 11 dapat digolongkan sebagai  delik materiil dan bukan delik formil. Delik materiil (result crimes)  adalah tindak pidana yang perumusannya ditujukan pada munculnya akibat yang dilarang, dengan demikian  dia baru menjadi delik setelah akibat tersebut muncul atau terjadi (Ahmad Sofian, 2018). Adakalanya akibat tidak langsung muncul seketika, tetapi terpisah oleh waktu, artinya ada jangka waktu tertentu untuk munculnya akibat yang dilarang tersebut setelah perbuatan dilakukan. Kartel tidak digolongkan sebagai delik formil karena dalam delik formil yang dilarang adalah perbuatannya tanpa menunggu akibatnya muncul. Akibat bukan merupakan “unsur konstitutif” dalam delik formil.

Oleh karena Pasal 11 dirumuskan secara materiil maka, akibat dari perbuatan tersebut harus bisa dibuktikan, karena akibat tersebut merupakan salah satu unsur dalam delik materiil. Dalam konteks ini akibat yang dilarang adalah “terjadinya praktek monopoli dana tau persaingan usaha”. Akibat ini muncul karena adanya perbuatan perjanjian dengan pelaku usaha pesainya dan seterusnya. Secara akademik, maka untuk dapat menghubungkan antara perbuatan dengan timbulnya akibat yang dilarang maka dibutuhkan ajaran kausalitas, untuk memastikan ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan muncul akibat tersebut. Jika tidak bisa dibuktikan adanya hubungan tersebut, maka tidak dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut dapat dipidana.

Selanjutnya adalah  mendalami unsur-unsur delik kartel yang diatur dalam Pasal 11. Secara teoritis ketika berbicara unsur delik, maka tidak bisa dilepaskan dari unsur objektif dan unsur subjektif (Lamintang, 2011). Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya  segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya atau niatnya, misalnya : (1) kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa), (2) maksud sebagaimana dalam delik percobaan yang diatur dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP (3) maksud untuk merencanakan  terlebih dahulu. Sedangkan unsur  objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungan dengan keadaan-keadaan yaitu dalam mana  tindakan-tindakan dari si pelaku dilakukan. Unsur-unsur objektif ini terdiri dari (1) sifat melawan hukum perbuatan (2) kualitas dari diri si pelaku misalnya  pelaku adalah Pegawai Negeri Sipil, atau seorang Pengurus/Komisari dari suatu korporasi (Pasal  398 KUHP) (3) kausalitas yakni hubungan perbuatan yang menjadi sebab dengan akibatnya.

Dalam Pasal 11, ada beberapa unsur penting yaitu :

Unsur Subjektif Unsur Objektif
Pelaku usaha Membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
Dengan maksud Mempengaruhi harga,  mengatur produksi,mengatur pemasaran
  Barang, jasa
  Menimbulkan monopoli, persaingan usaha tidak sehat

Dari uraian di atas jelas, setidaknya ada enam unsur agar delik kartel sebagaimana diatur dalam dalam Pasal 11 ini terpenuhi. Namun tentu saja masing-masing unsur tersebut harus diketahui arti atau maksudnya. Dan untuk memahami arti serta maksudnya harus dilihat dari arti/maksud pembentuk undang-undang yang ada di dalam undang-undang tersebut. Jika tidak ditemukan arti/maksud atau penjelasan dari unsur tersebut maka bisa melihatnya dari undang-undang lain, jika juga tidak ditemukan artinya dari undang-undang lain bisa melihatnya ke yurisprudensi dan jika juga tidak ditemukan barulah dapat mengacu pada doktrin (pendapat ahli).Unsur pertama adalah pelaku usaha. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 telah memberikan makna terhadap pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 yaitu:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri mupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”

Dari definisi di atas jelas, bahwa subjek hukum  (unsur subektf) tindak pidana kartel ini bisa orang perorang atau korporasi (berbadan hukum atau tidak berbadan hukum). Unsur subjektif lainnya adalah “dengan maksud”. Undang-undang ini tidak memberikan makna, apa yang diartikan sebagai “dengan maksud”. Dalam hukum pidana, pemaknaan “dengan maksud” biasanya adalah dengan mengacu pada doktrin culvabilitas. Doktrin ini mengulas tentangn macam-macama kesengajaan dan macam-macam kelalaian. Dengan maksud masuk dalam golongan kesengajaan yang derajatnya ada paling tinggi. Artinya pelaku telah merencanakan untuk melakukan kejahatan, sehingga ukuran moralitas sangat buruk. Sudah menyusun niat jahat untuk mewujudkan delik, niat jahat yang direncanakan tentunya.

Dalam Pasal 11 ini pun ditemukan empat unsur objektif. Keempat unsur objektif tersebut ternyata sudah didefinisikan dalam  Pasal 1. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1 Angka 7 yang intinya adalah perjanjian dapat tertulis atau tidak tertulis. Demikian juga dengan pemaknaan barang dan jasa, monopoli, persaingan usaha yang tidak sehat dan seterusnya. Ini menunjukkan bahwa tidak terlalu sulit untuk menemukan makna dari masing-masing unsur  objektif yang disebutkan dalam Pasal 11 tersebut.

Kesulitannya adalah bagaimana menemukan pembuktian dari unsur-unsur tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan KUHAP maka unsur-unsur tersebut harus bisa dibuktikan dan harus ada alat buktinya. Pada konteks ini, biasanya unsur objektif perlu mendapat perhatian khusus dalam proses pembuktian. Misalnya saja unsur “perjanjian”. Meskipun penyusun undang-undang tidak mewajibkan bahwa perjanjian harus tertulis, maka tetap harus dibuktikan. Jika kartel diwujudkan dalam perjanjian lisan, maka harus ada saksi-saksi yang menyatakan bahwa pelaku usaha dan pelaku usaha pesaingnya telah membuat perjanjian lisan. Dan perjanijian lisan tersebut untuk mempengaruhi harga, mengatur produksi, mengatur pemasaran. Artinya sudah ada limitasi pada bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang tersebut.

Kesulitan terbesar mencari hubungan kausal, dari perjanian lalu timbul monopoli dan praktik persaingan yang tidak sehat. Hubungan kausal ini harus logis dan sistematis dan bukan hubungan yang dipaksakan atau hubungan yang tidak logis. Dalam konteks ini maka untuk menemukan hubungan yang logis ini dapat menggunanakan ajaran-ajaran kausalitas yang berkembang dalam lapangan hukum pidana yang meliputi conditio sine qua non, mengindividualisasi, menggeneralisasi,  adeqauate  dan relevansi. (***)


 

 

 


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close