People Innovation Excellence

BUMERANG KELUHAN KONSUMEN (Bagian 1 dari 2 tulisan)

Oleh SITI YUNIARTI (Maret 2018)

Sekitar tahun 2009, pemberitaan media massa diramaikan dengan Kasus Prita vs Rs. Omni Internasional Hospital. Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) UU ITE karena tindakan menyampaikan keluhan melalui surat elektronik terhadap pelayanan yang diterima. 9 tahun sejak kasus tersebut muncul, beragam pengaduan terhadap konsumen yang mengeluhkan jasa/barang dengan menggunakan UU ITE terus bermunculan. Benang merah dari beragam kasus tersebut setidaknya ada 3 (tiga) hal, yakni: (1) adanya keluhan dari konsumen atas barang/jasa yang diterimanya dari pelaku usaha; (2) menggunakan media online berupa media sosial, blog, email; (3) dijerat (pada umumnya) dengan delik pencemaran nama baik pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE.  Kondisi tersebut setidaknya menimbulkan suatu pertanyaan apakah konsumen tidak berhak untuk menyampaikan keluhan terhadap barang/jasa yang diterimanya dari pelaku usaha? Oleh karena pembahasan dalam tulisan ini fokus pada mekanisme keluhan konsumen, maka pembahasan tidak menyentuh diskusi perihal delik pencemaran nama baik itu sendiri maupun mengkaitkan penyampaian keluhan tersebut dengan hak mengeluarkan pendapat.

Hubungan pelaku usaha dan konsumen ditempatkan dalam ranah hukum perlindungan konsumen. UU No.8/1999  merupakan payung hukum yang mengatur mengenai perlindungan konsumen disertai dengan undang-undang lain yang terkait. UUPK mengatur bahwa salah satu hak konsumen adalah untuk didengar keluhannya atas barang/jasa yang digunakan. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme keluhan dimaksud, kecuali penyebutan penanganan keluhan konsumen sebagai salah satu tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dalam Pasal 44 UUPK. UUPK hanya menyediakan pengaturan mengenai penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

Padahal merujuk pada terminologi keluhan dan sengketa memiliki bobot yang berbeda. Dalam KBBI, keluhan diartikan sebagai keluh kesah, adapun sengketa menurut KKBI adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat;pertikaian;perselisihan. Sehingga belum tentu suatu keluhan merupakan suatu sengketa. Bandingkan dengan mekanisme perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yang diatur dalam peraturan OJK yang mana mewajibkan penyediaan mekanisme pengaduan oleh pelaku usaha. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan dalam penyelesaian pengaduan, maka dilanjutkan dengan tahap penyelesaian sengketa.

Mengklasifikasikan penyelesaian sengketa sebagai salah satu kanal keluhan konsumen, berikut beberapa hal yang dapat ditempuh oleh konsumen yang memiliki keluhan terhadap barang/jasa yang diterimanya dari pelaku usaha. Pertama, menyampaikan keluhan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Salah satu tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat menurut Pasal 44 UUPK adalah membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atas pengaduan konsumen. Kedua, menyelesaikan sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau lembaga yang ditunjuk menyelesaikan sengketa konsumen. Melalui BPSK, pihak yang bersengketa dapat memilih menggunakan cara mediasi , konsiliasi maupun arbitrase. Ketiga, menyelesaikan sengketa melalui gugatan ke peradilan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 23 jo Pasal 45 UUPK.Keempat, pelaporan pidana kepada kepolisian terhadap tindakan-tindakan yang memiliki sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UUPK. Selain itu, kelima, melaporkan pada instansi pemerintah yang menaungi kegiatan pelaku usaha tersebut. Contoh, keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menaungi konsumen di sektor jasa keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Keuangan.

Pada dasarnya, sebelum konsumen menggunakan mekanisme sebagaiman diuraikan di atas, hendaknya konsumen mengajukan keluhan terlebih dahulu kepada pelaku usaha. Banyak pelaku usaha yang telah menyediakan channel  penyampaian keluhan bagi konsumen seperti customer online, contact us. Khusus bagi pelaku usaha di sektor keuangan, OJK mewajibkan pelaku usaha untuk menyediakan dan melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi konsumen. Bagaimana apabila pelaku usaha tersebut tidak menyediakan channel tersebut? Ketiadaan channel tersebut tidak menjadi halangan bagi konsumen untuk menyampaikan keluhannya kepada pelaku usaha. Konsumen dapat menyampaikan keluhan kepada pelaku usaha yang identitasnya (nama dan alamat) tercantum pada barang/jasa yang diperdagangkan tersebut. (***)


BACA KELANJUTAN DARI TULISAN INI PADA:

BUMERANG KELUHAN KONSUMEN (Bagian 2 dari 2 tulisan)


 

 

 


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close