People Innovation Excellence

MENCARI FORMAT PENEMUAN SOSOK HAKIM IDEAL



Pada tanggal 22 Maret 2018, bertempat di Gedung Komisi Yudisial RI, dosen Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS Dr. Shidarta, S.H., M.Hum. diundang untuk memoderatori acara peluncuran buku dan diskusi bertemakan “Sinergitas Mencari Sosok Hakim Agung Ideal Indonesia”. Sejatinya, acara yang dibuka oleh Ketua KY Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari ini akan menghadirkan Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. M. Hatta Ali, S.H. dan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Goklkar Dr. Azis Syamsuddin. Selain itu ikut sebagai pembicara adalah Drs. Maradaman Harahap,  S.H., M.H. yang saat ini menjadi anggota KY dan Ketua Bidang Rekrutmen Hakim. Sayangnya, baik Ketua MA maupun wakil dari DPR RI tak bisa hadir. Ketua MA digantikan oleh Hakim Agung Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. Saat ini ia adalah Kepala Badan Pengawasan MA.

Dalam paparannya Hakim Agung Sunarto menjelaskan tentang manajemen yang sudah dijalankan oleh MA selama ini bersama-sama dengan KY di dalam pencarian sosok hakim ideal tersebut. “Hakim yang ideal itu tidak dilahirkan, tetapi dibentuk,” ujar Sunarto. Selanjutnya, Maradaman menegaskan lika liku proses rekrutmen di KY. Ada banyak persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang, namun dalam kenyataannya justru membuat persoalan baru. Suara-suara keberatan juga disampaikan oleh para mantan hakim agung yang hadir dalam acara ini. Sebagai contoh, calon hakim agung dari jalur karir dapat berasal dari ketua pengadilan tinggi. Di situ tidak disebutkan berapa lama calon sudah menjabat dan di daerah mana ia ditugaskan. Hakim pengadilan tinggi di Jakarta tentu tidak sama dengan hakim pengadilan tinggi di daerah, apalagi kalau menyangkut pengadilan tinggi agama di daerah-daerah Indonesia bagian Timur, yang notabene beban perkaranya sangat kecil.

Buku yang diluncurkan dalam kesempatan tersebut ditulis oleh Nina Pane dan kawan-kawan, diterbitkan oleh Komisi Yudisial RI. Judul buku setebal 283 halaman ini adalah “Mencari Sosok Ideal Hakim Agung Indonesia”. Buku ini terdiri dari 10 bagian, yang memotret sejarah rekrutmen hakim agung sejak awal Indonesia merdeka sampai dengan era pemilihan oleh KY.

Shidarta, dalam bagian penutup acara ini memberi kesimpulan bahwa hakim agung adalah sosok yang mewakili dua kutub ekstrem sekaligus. Ia mewakili bayang-bayang idealisme kita tentang jati diri penyandang profesi hukum yang paling terhormat. Untuk itu, kita dirikan lembaga-lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, untuk mengemban idealisme ini. Di kutub yang lain ada realitas, yang harus kita terima dengan hati lapang, bahwa hakim-hakim agung yang kita pilih melalui sistem rekrutmen yang kita anggap cukup ketat itu, masih belum seluruhnya mampu menjawab ekspektasi sebagian besar warga bangsa. Ada jeda antara harapan dan kenyataan.

Sejarah peradilan, di manapun hal itu terjadi, membuktikan bahwa upaya pencarian terhadap sosok-sosok hakim yang berkarakter agung merupakan tugas yang tidak pernah selesai. Mereka yang berhasil dinobatkan oleh sejarah sebagai hakim-hakim teladan selalu berjumlah sangat sedikit dibandingkan dengan mereka yang mampu menduduki jajaran profesi mulia ini. Tidak ada garansi bahwa proses rekrutmen yang super-ketat selalu berbuah manis melahirkan hakim-hakim agung yang putusan-putusannya mampu menjawab kebutuhan para pencari keadilan. Sebab, tolok ukur keidealan itu sendiri ternyata tidak pernah benar-benar bisa dijabarkan, kecuali melalui indikator-indikator yang kualitatif. Selain itu, kaca mata melihat keidealan tersebut juga sangat beraneka ragam, sehingga ideal bagi satu perspektif akan berbeda jika dilihat dari sudut pandang lainnya.

Kendati demikian, ujar Shidarta, kata “ideal” itu sendiri merupakan sebuah harapan, kalupun tidak mau disebut sebagai “impian” yang harus terus dihidupkan. Tanpa harapan ini, maka lembaga seperti Komisi Yudisial tidak perlu didirikan. Tanpa harapan ini, kode etik dan pedoman perilaku hakim tidak harus ditegakkan. Idealisme adalah seperti cerminan jati diri tentang apa yang kita anggap baik, luhur, dan bermartabat. Cerminan ini kita harapkan akan terus dijaga tetap jernih dan bening, pertama-tama individu para hakim agung kita saat ini. Karena mereka adalah role model yang paling kasatmata, yang langsung bisa kita  acu  tentang hakikat keberadaan profesi mulia: penjaga benteng keadilan di negeri ini. (***)


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close