People Innovation Excellence

PRINSIP-PRINSIP IDEALIS WTO

Oleh REZA ZAKI (Desember 2017)

Lebih dari 20 tahun WTO menancapkan diri sebagai organisasi perdagangan internasional di antara 164 negara hingga tahun 2017. Jatuh bangun WTO dalam menggulirkan sekian pertemuan di tingkat menteri seperti putaran Uruguay, putaran Doha, hingga paket Bali menunjukan betapa strategisnya lembaga multilateral ini.

Namun di tengah pertumbuhan negara anggotanya setiap dua tahun sekali, WTO kian sulit untuk memutuskan sebuah kesepakatan. Hal ini wajar dikarenakan sistem pengambilan keputusannya yang menganut single undertaking. Apa itu single undertaking? Ini adalah model pengambilan keputusan yang dianggap egaliter oleh negara anggota WTO. Sistem ini tidak mendikotomi posisi negara maju, negara berkembang, maupun negara miskin. Dari total jumlah negara anggota jika ada satu saja negara tidak bersepakat, maka keputusan di WTO tidak dapat diambil. Betapa idealis dan rumitnya sistem ini jika memproyeksikan jumlah negara anggota yang akan terus bertambah.

Sistem single undertaking ini selalu dikonfrontasi dengan sistem yang diambil di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dengan hak veto yang kadangkala didasarkan oleh share (modal) suatu Negara di organisasi lintas bangsa tersebut. Suara dinilai dari seberapa banyak modal disetor, bukan pada kesetaraan hak dan kewajiban.

Selain sistem pengambilan keputusan diatas, WTO juga memiliki beberapa prinsip yang dikenal seperti Most Favored Nations (MFN) dan National Treatment (NT). Kedua prinsip ini juga dinilai mega idealis ketika digaungkan dalam telinga negara-negara di dunia yang sudah terbiasa dengan praktek politis di PBB. Namun bukan berarti organisasi WTO tidak mengandung unsur politis sedikit pun. WTO juga dikenal memiliki sebuah ruang tertutup dalam merundingkan segelintir isu genting yang disebut dengan green room. Green room adalah ruang pertemuan yang dikonstruksi oleh negara-negara maju untuk memperkuat suara mereka pada saat pengambilan keputusan di WTO. Disinyalir deadlock-nya pertemuan KTM XI WTO di Argentina yang semestinya bisa memutuskan isu public stockholding (ketahanan pangan) justru mensubtitusinya dengan isu e-commerce yang bukan merupakan mandat isu dari paket Bali empat tahun sebelumnya.

Jika kembali kepada prinsip-prinsip MFN dan NT, MFN merupakan sebuah prinsip di mana sebuah Negara anggota WTO harus memberikan perlakuan yang sama kepada semua negara anggota WTO tanpa terkecuali. Sebagai contoh, jika Indonesia memberikan tarif 20 persen kepada India untuk impor bahan konveksi, maka Indonesia juga harus memberikan tarif yang sama kepada 162 anggota WTO lainnya. Apabila Indonesia tidak dapat menjalankan ketentuan ini, maka Indonesia dianggap melanggar prinsip MFN.

Sementara itu prinsip NT lebih menekankan perlakuan yang sama antara pengusaha asing yang mengekspor barang ke Indonesia dengan pengusaha lokal yang ada di dalam negeri (Indonesia). Dalam pandangan umum, biasanya negara lebih menjaga kedaulatan ekonominya dengan usaha protektif terhadap pengusaha lokalnya. Langkah yang diambil biasanya dengan memberikan subsidi kepada pengusaha lokal, membatasi keran barang impor dengan tarif atau kuota. Serta mempromosikan secara masih produk pengusaha lokalnya. Namun menurut prinsip WTO ini, tindakan yang seperti ini dapat melanggar prinsp NT yang berakibat suatu negara bisa digugat di Dispute Settlement Body (DSB) WTO.

Apabila menyoroti kedua prinsip diatas, maka dapat disimpulkan bahwa WTO telah mengkonstruksi sebuah nilai-nilai idealis sejak organisasi ini didirikan. Akan tetapi untuk kepentingan Negara anggotanyakah? Atau prinsip-prinsip ini sesungguhnya dibangun dalam rangka mengecoh mazhab organisasi yang terkesan adil, namun hanya artifisial dalam rangka mengiklankan kesan positif organisasi kepada para calon Negara anggota yang tertarik berhimpun di dalam WTO. (***)



Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close