People Innovation Excellence

PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING (INTERNASIONAL) DI INDONESIA

Oleh NIRMALA (April 2017)

Apakah Indonesia mengakui putusan arbitrase asing? Selanjutnya, jika diakui, apakah putusan arbitrase asing tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia? Kedua hal tersebut merupakan pertanyaan penting terkait putusan arbitrase asing dan akan dibahas dalam tulisan singkat ini.

Sebagaimana diketahui, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa komersial/bisnis yang efektif, dimana banyak para ahli yang menyarankan untuk menempuh jalur arbitrase dibandingkan melalui litigasi di pengadilan mengingat efektivitas dan keuntungannya. Namun, jika putusan arbitrase asing tidak diakui dan tidak bisa dilaksanakan, maka arbitrase menjadi tidak berarti sama sekali dan bahkan menjadi sia-sia.

Jauh sebelum Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase), Indonesia pernah dianggap sebagai negara yang tidak ramah arbitrase (not arbitration-friendly country). Pada era tersebut, selama bertahun-tahun Indonesia dianggap sebagai negara yang tidak konsisten dan mustahil untuk melaksanakan putusan arbitrase asing. Di Indonesia Hal tersebut membuat reputasi Indonesia buruk di mata dunia arbitrase internasional. Namun hal tersebut keliru dan tidak benar.

Salah satu ketentuan arbitrase internasional terpenting adalah Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitration Awards (New York Arbitration Convention), yang dikenal luas sebagai Konvensi New York. Konvensi tersebut disahkan pada tanggal 10 Juni 1958 oleh 40 negara. Sampai saat ini, konvensi telah diadopsi dan diratifikasi oleh 157 negara di dunia dengan negara Angola sebagai negara ke-157 yang meratifikasi konvensi tersebut (newyorkconvention.org).

Indonesia meratifikasi Konvensi New York pada tanggal 5 Agustus 1981 dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 dan diumumkan dalam Berita Negara Nomor 40 Tahun 1981 serta terdaftar secara resmi pada tanggal 7 Oktober 1981. Pada dasarnya Konvensi New York mengatur tentang 2 hal, yaitu:

  1. Keabsahan perjanjian arbitrase (validity of arbitral agreements)
  2. Pengakuaan dan pelaksanaan putusan arbitrase (recognition and enforcement of arbitral awards).

Namun, karena konvensi sama sekali tidak mengatur tentang bagaimana mekanisme dan prosedur pelaksanaan putusan arbitrase asing, maka timbul penafsiran yang berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya, yaitu apakah diperlukan suatu ketentuan atau peraturan pelaksana khusus (implementing legislation) atau dengan ratifikasi bisa langsung diterapkan.

Kesulitan yang dihadapi oleh beberapa negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut, ternyata juga dialami oleh Indonesia, di mana para ahli hukum Indonesia berbeda pendapat tentang perlu tidaknya implementing legislation. Karena tidak adanya peraturan pelaksananya, dipandang terjadi kekosongan hukum pelaksanaan konvensi tersebut. Oleh karena itu, sejak tahun 1981 sampai dengan 1990, pengadilan di Indonesia tidak memiliki peraturan pelaksana mengenai mekanisme pelaksanaan putusan arbitrase. Hal ini menyebabkan timbulnya persepsi keberlakuan Pasal 634 Reglemen Acara Perdata – Reglement op de Rechtsvordering (RV) yang mana mengatur bahwa pendaftaran dan permohonan untuk pelaksanaan putusan arbitrase harus dilakukan melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut diberikan.

Sampai pada tahun 1990 ketika Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 (PERMA No. 1/1990) yang mengatur bahwa hasil putusan arbitrase asing di negara yang juga meratifikasi Konvensi New York, dapat dilaksanakan dengan cara mendaftarkan putusan tersebut pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selanjutnya, dalam jangka waktu 14 hari, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengirimkan permohonan tersebut ke Mahkamah Agung sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan putusan eksekutorial (exequatur) atas putusan arbitrase asing tersebut.

Setelah exequatur dikabulkan, maka putusan tersebut dikirimkan kembali ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dilaksanakan. Jika pelaksanaan putusan tersebut diluar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka putusan tersebut dikirimkan ke Pengadilan Negeri setempat di mana putusan akan diaksanakan. Sayangnya, PERMA No. 1/1990 tidak memberikan batas waktu berapa lama Mahkamah Agung harus memberikan putusan atas permohonan pelaksanaan putusan arbitrase asing.

Pada tanggal 12 Agustus 1999 Indonesia mengeluarkan UU arbitrase yang sifatnya komprehensif dan berlaku efektif, yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase). Dengan keluarnya UU Arbitrase, segala ketentuan yang mengatur tentang arbitrase, seperti Pasal 615-651 RV, demikian pula halnya dengan ketentuan Pasal 377 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement) sert a Pasal 705 Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reehtsregement Buitengewesten) dinyatakan tidak berlaku (Pasal 81 UU Arbitrase).

Meskipun UU No. 30/1999 tidak secara tegas menyatakan PERMA No. 1/1990 dicabut, namun karena secara hierarki PERMA dibawah UU, maka jika terdapat perbedaan diantara kedua ketentuan ini, maka UU yang berlaku.

UU Arbitrase menggunakan istilah putusan arbitrase internasional, bukan arbitrase asing sebagaimana digunakan dalam Konvensi New York. Adapun didalam Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase, yang dimaksud dengan Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai putusan arbitrase internasional.

Berdasarkan Pasal 65,  yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adlah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selanjutnya, Pasal 66 menyatakan bahwa Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah Indonesia apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Diajukan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.
  2. Putusan tersebut termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
  3. Putusan tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
  4. Memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
  5. Jika Negara Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung dan selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam pelaksanaannya, permasalahan yang sering dihadapi adalah terkait administrasi penyampaian berkas permohonan, dimana disamping menyertakan lembar asli/salinan otentik putusan arbitrase, lembar asli/salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar putusan arbitrase serta keterangan dari perwakilan diplomatik indonesia di negara tempat putusan arbitrase internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan putusan atau negara tersebut juga meratifikasi Konvensi New York (Pasal 67 (2) UU Arbitrase).

Dalam kenyataannya, hal keterangan dari perwakilan diplomatik, masih belum dikomunikasikan secara efektif oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia kepada perwakilan diplomatiknya di luar negeri sehingga acapkali menambah beban administratif dan mengakibatkan keterlambatan untuk dapat didaftarkan di Pengadilan Negeri.

Permohonan tersebut disampaikan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Pasal 67 ayat 1). Putusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional tidak dapat diajukan banding atau kasasi (Pasal 68 (1), sehingga bersifat mengikat dan final. Tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan tersebut. Namun, terhadap putusan yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional, dapat diajukan kasasi (Pasal 68 ayat (2), yang mana kasasi dapat diajukan dalam waktu 30 hari sejak penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase di Pengadilan Negeri (Pasal 71 UU Arbitrase).

Selanjutnya, Mahkamah Agung akan mempertimbangkan serta memutuskan setiap pengajuan kasasi putusan yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional (Pasal 68 (3). Sedangkan terhadap perkara di mana negara Indonesia menjadi salah satu pihak, maka putusan Mahkamah Agung tidak dapat diajukan upaya perlawanan (Pasal 68 (4).

Pada akhirnya, terutama sejak lahirnya UU Arbitrase, Indonesia merupakan negara yang sangat positif mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase asing. Bahkan, sejak UU Arbitrase berlaku sampai dengan sekarang, tidak ada permohonan eksekuator putusan arbitrase asing yang ditolak oleh Pengadilan Negeri. Hal ini menunjukkan hal yang benar-benar positif, yang sangat berbeda jauh dengan sebelum lahirnya UU Arbitrase. (***) 

Keywords: arbitrasi internasional, putusan arbitrasi asing, New York Convention



Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close