People Innovation Excellence

POLEMIK UU ‘TAX AMNESTY’ DALAM IMPLEMENTASIANNYA

Oleh REZA ZAKI (Oktober 2016)

Mengapa Undang-undang ini lahir di tengah menggeliatnya fenomena Panama Papers? Hipotesis serta pertanyaan retoris saya sebagai pengamat hukum perdagangan internasional adalah: apakah Undang-undang No 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak menjadi langkah proteksi pemerintah Indonesia bagi kelompok pengemplang pajak yang jelas-jelas merobek tenun kebangsaan kita dengan membuat negeri ini kekeringan modal serta menipisnya pembangunan yang berorientasi luas bagi kepentingan masyarakat? Kemudian, bagaimana bisa dalam produk hukum rezim perpajakan memasukan unsur “pidana lain” sebagai upaya melegalkan praktik bisnis yang diduga berpotensi masuk ke dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime)?

Kajian hukum perdagangan internasional adalah kajian keilmuan yang bersinggungan dengan aspek keilmuan lainnya termasuk dalam modus kejahatan bisnis yang memiliki konsekuensi yuridis terhadap batalnya perjanjian serta runtuhnya reputasi subjek hukum baik negara, korporasi, maupun individual. Hukum perdagangan internasional didefiniskan oleh Clive M. Schmitthoff sebagai “… the body of rules governing commercial relationship of private law nature involving  different nations

Dari definisi tersebut, beberapa unsur-unsur hukum perdagangan dapat ditarik sebagai berikut:

  1. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya perdata.
  2. Aturan-aturan hukum  tersebut megatur transaksi-transaksi beda negara.

Menurut Michelle Sanson yang merupakan sarjana Australia, hukum perdagangan internasional “… can be defined as the regulation of the conduct of parties involved in the exchange of goods, service and technology between nations.” Untuk itu, perlu dibedakan antara public international trade law sebagai hukum yang mengatur perilaku dagang antarnegara, dan private international trade law sebagai hukum yang mengatur perilaku dagang secara orang perorangan di negara-negara yang berbeda.

Meningkatnya penetrasi perdagangan global, semakin membuka perekonomian suatu negara. Sebagai perusahaan yang berorentasi laba, sudah barang tentu suatu perusahaan akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya melalui berbagai macam efisiensi biaya, termasuk efisiensi beban (biaya) pajak.

Terkait dengan hal-hal tersebut di atas, yaitu semakin canggihnya skema-skema transaksi keuangan yang ada dalam dunia bisnis tentu juga akan menciptakan peluang bagi perusahaan untuk melakukan skema-skema transasksi penghindaran pajak dalam rangka mengurangi beban pajak mereka, apalagi jika terjadi kekosongan peraturan perundang-undangan terhadap skema-skema penghindaran pajak tersebut. Bagi perusahaan yang beroperasi secara internasional (perusahaan multinasional) kesempatan untuk melakukan penghindaran pajak lebih terbuka lagi, yaitu dengan cara memanfaatkan perbedaan sistem perpajakan suatu negara (international tax avoidance). Dalam perdagangan internasional, perusahaan multinasional tersebut mempunyai peran sebesar 60 persen dari transaksi internasional. (Bruno Gilbert, 2005).

Oleh karena besarnya sumbangan mereka terhadap perdagangan internasional maka wajar saja kalau perusahaan multinasional tersebut merupakan penyumbang pajak terbesar di banyak negara, tidak terkecuali juga bagi Indonesia. Di Negara berkembang banyak ditemukan kontrak Internasional yang mengandung unsur KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Hal ini terjadi bisa karena adanya pertemuan penguasa dan pemilik modal (Huala Adolf, 2010). Prinsip internasional pertama di bidang bisnis adalah ”The Caux Round-Table Principles for Business” yang disepakati pada tahun 1994 oleh eksekutif puncak dari berbagai perusahaan multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (seperti Matsuhita, Philips, Ciba-Geigy, Cummins, 3M dan Honeywell). Prinsip Caux berakar pada dua nilai ideal dasar dalam etika, yaitu konsep Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja bersama-sama demi kesejahteraan umum, dan konsep barat “human dignity” (martabat manusia), salah satu hal yang disepakati dari tujuh poin tersebut adalah menghindari operasi-operasi yang tidak etis seperti money laundering (pencucian uang).

Dalam konteks perpajakan internasional, ada berbagai skema yang biasa dilakukan oleh PMA untuk melakukan penghematan pajak yaitu dengan skema seperti (i) transfer pricing, (ii) thin capitalization, (iii) treaty shopping, dan (iv) controlled foreign corporation (CFC). Pada umumnya dalam melakukan penghematan pajak tersebut, wajib pajak dapat menjalankan dalam dua bentuk: substantive tax planning dan formal tax planning (Paulus Merks, 2007).

Substantive tax planning, terdiri atas:

  1. Memindahkan subjek pajak (transfer of tax subject) ke negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.
  2. Memindahkan objek pajak (transfer of tax object) ke negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.
  3. Memindahkan subjek pajak dan objek pajak (transfer of tax subject and of tax object) ke negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.

Formal tax planning berupa penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan substansi ekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal jenis transaksi yang memberikan beban pajak yang paling rendah.

Di banyak negara, seperti di Israel dan Kanada, telah membuat suatu ketentuan untuk menangkal praktik unacceptable tax avoidance atau aggressive tax planning yang dilakukan oleh wajib pajak. Hal ini disebabkan tax planning yang dilakukan wajib pajak tidak lagi bersifat defensive tax planning lagi tetapi sudah semakin offensive yaitu dengan membuat suatu transaksi semu yang pada dasarnya tidak ada tujuan bisnisnya atau membuat suatu entitas usaha di negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven countries. (***)


REZA ZAKI


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close