People Innovation Excellence

ARBITRASE PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTAR-SERIKAT PEKERJA/BURUH

Oleh IRON SARIRA (Juni 2016)

Tulisan ini lebih dimaknai sebagai sharing terkait aspek-aspek ketenagakerjaan, khususnya mengenai pola-pola perselisihan yang terjadi dalam bidang hubungan industrial. Salah satunya adalah perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.

Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) mengategorikan jenis perselisihan yang terjadi dalam aspek hubungan industrial. Salah satunya perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh. Menariknya bahwa menurut ketentuan Pasal 29 UU PPHI ini, perselisihan demikian dapat diselesaikan melalui mekanisme arbitrase. Namun, lingkup arbitrase PPHI tersebut hanya berkenaan dengan perselisihan antar-serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) dalam satu perusahaan.

Mengapa perselisihan antar-SP/SB di dalam suatu perusahaan dapat muncul? untuk menjawab ini kiranya perlu dibuka dengan suatu pemaparan terkait konflik antar-SP/SB karena lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Lahirnya Undang-undang ini dapat dinilai merupakan anugerah, tapi sekaligus juga bencana. Sebagai anugerah, karena dalam undang-undang itu dengan sangat jelas diberi kebebasan yang seluas-luasnya bagi para buruh untuk menyalurkan aspirasinya dalam wadah organisasi yang benar-benar mereka percayai. Namun di sisi lain, ada kerugian yang dialami gerakan buruh, antara lain terpecah-pecahnya buruh dalam berbagai serikat, bahkan dalam satu perusahaan. Banyaknya serikat buruh menjadi suatu kelemahan karena menyulitkan buruh untuk melakukan konsolidasi. Dengan banyaknya serikat buruh lebih memungkinkan terjadinya konflik antar-SP/SB. Konflik ini muncul akibat diberinya kemudahan pembentukan SP/SB sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) undang-undang tersebut, yang intinya memperkenankan dan memberi hak kepada pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/buruh dengan minimal keanggotaan sebanyak 10 (sepuluh) orang.

Pola konflik yang terjadi dalam perselisihan antar-SP/SB dalam suatu perusahaan berkaitan dengan adanya perbenturan kepentingan. Konflik ini tak dapat dipisahkan dari keseharian kerja organisasi pekerja/buruh ini. Permasalahan bertambah kompleks karena kerap kali tercampur antara urusan organisasional dan personal, kendati hal ini seperti ini berlaku juga di banyak organisasi atau kelompok kepentingan lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa faktor-faktor pendorong terjadinya konflik (sebagai pola konflik) antara lain adanya perbedaan pendapat dan pandangan, perbedaan tujuan, ketidaksesuaian cara pencapaian tujuan, ketidakcocokan perilaku, pemberian pengaruh negatif dari pihak lain pada apa yang akan dicapai oleh pihak lainnya, persaingan, kurangnya kerja sama, perebutan keanggotaan, dan lain-lain.

Pemilihan mekanisme arbitrase untuk penyelesaian perselisihan antar-SP/SB dapat dikatakan tergolong hal baru. Hal ini karena secara historis, arbitrase merupakan mekanisme yang diadakan untuk kepentingan para pelaku usaha (merchant court), bukan untuk kalangan pekerja/buruh. Para pelaku usaha menganggap cara ini sangat praktis, cepat, murah dan bersifat rahasia. Sebagai pebisnis mereka tidak menghendaki permasalahan bisnisnya diketahui oleh khalayak umum, sehingga jalan penyelesaian perselisihan di ranah pengadilan menjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak mereka.

Perlu dicatat bahwa menurut kelaziman dalam mekanisme arbitrase, biasanya ada yang disebut dengan klausula arbitrase. Klausula ini bisa dibuat di awal atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih, namun bisa juga dibuat setelah terjadi perselisihan. Jika demikian halnya, bentuknya berupa perjanjian arbitrase.

Perselisihan yang diselesaikan secara arbitrase bersifat final and binding, artinya penyelesaian ini dilakukan pada tingkat pertama dan terakhir. Hal yang sama terjadi pada penyelesaian perselisihan antar-SP/SB di dalam perusahaan. Jadi, penyelesaian secara arbitrase harus berdasarkan kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada abiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Dengan demikian, berarti mekanisme arbitrase dalam perselisihan antar-SP/SB dalam praktik pasti dipilih setelah terjadi perselisihan. Menariknya, berbeda dengan teori yang dikenal dalam arbitrase pada umumnya, pilihan untuk menjalani arbitrase dalam perselisihan antar-SP/SB ini juga dapat terjadi bukan berawal dari inisiatif para pihak yang berselisih. Pilihan penyelesaian demikian diberikan oleh pejabat instansi ketenagakerjaan terkait sebagaimana yang diatur dalam UUPPHI. Pasal 4 ayat (3) dari undang-undang ini menyatakan: “Setelah menerma pencatatan dari salah satu pihak atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.”

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari salah satu pegawai Hubinsyaker pada Kantor Dinas Tenaga kerja Jakarta Barat, memang masalah-masalah perselisihan antar-SP/SB tidak atau jarang diselesaikan secara mediasi hubungan industrial, karena keyakinan para pihak untuk lebih membawa ini ke arbitrase yang lebih memiliki kepastian hukum dalam putusannya yang mengikat dan final. Informasi ini belum sempat penulis periksa kembali, misalnya dengan mengecek data dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia, yang saat ini bernama BANI Arbitration Centre. Termasuk belum dapat dipastikan juga seberapa efektif penyelesaian perselisihan secara arbitrase untuk jenis perselisihan antar-SP/SB ini. (***)


Screen Shot 2015-05-07 at 00.06.44


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close