People Innovation Excellence

PERGESERAN PARADIGMA KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

Oleh SITI YUNIARTI (Mei 2016)

Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) merupakan salah satu bentuk instrumen pemerintah berbentuk yuridis yang diterbitkan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh warga negara sesuai dengan prosedur yang berlaku. Sekalipun demikian, terdapat suatu kondisi ketika badan/pejabat tata usaha negara (selanjutnya disebut “Pejabat TUN)” tidak mengeluarkan suatu keputusan, baik menerima maupun menolak, atas suatu permohonan yang diajukan oleh warga negara.

Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU No.30/2014), sikap diam atau pengabaian oleh pejabat TUN atas suatu permohonan yang daijukan oleh warga negara diartikan sebagai penolakan atas permohonan tersebut. Atas pengaturan tersebut, secara harfiah memberikan kepastian hukum kepada pemohon, kendati demikian tidak memberikan peluang kepada pemohon untuk mengajukan perbaikan permohonan ataupun sekadar untuk melengkapi kelengkapan permohonan. Terlebih, jangka waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU No.5/1986) sebagai batas pengeluaran suatu KTUN, kecuali ditentukan lain dalam peraturan terkait, adalah maksimal 4 (empat) bulan terhitung sejak diterimanya suatu permohonan. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa UU No.5/1986 menganut asas fiktif negatif.

Dalam perkembangannya terjadi pergeseran atas sikap diam dan pengabaian pejabat TUN sebagaimana diatur dalam UU No.30/2014 yang mengatur bahwa jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu, maka pejabat TUN wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh pejabat TUN. Apabila dalam batas waktu dimaksud, pejabat TUN tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum.

Berdasarkan ketentuan dalam UU No.30/2014 tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya paradigma baru terkait dengan sikap diam atau pengabaian atas suatu permohonan untuk dapat memperoleh penetapan maupun suatu keputusan dari pejabat TUN menjadi bersifat positif. Artinya, setiap permohonan Keputusan TUN yang tidak ditindaklanjuti dan/atau diabaikan oleh pejabat TUN dianggap dikabulkan secara hukum (Pasal 53 ayat [3] UU No.30/2014). Frasa dianggap dikabulkan (fiktif positif) membawa konsekuensi bahwa akibat hukum yang timbul dari tindakan faktual pejabat TUN yang tidak menindaklanjuti dan/atau mengabaikan permohonan administrasi negara adalah pengabulan atas permohonan tersebut dan pejabat TUN itu wajib untuk mengeluarkan keputusan TUN yang diminta. Untuk dapat menimbulkan kepastian hukum, Pasal 53 ayat (4) menyatakan bahwa untuk memperoleh keputusan penerimaan permohonan yang dikabulkan tersebut, setiap pemohon mengajukan permohonan kepada pengadilan.

Lebih lanjut guna memberikan suatu keputusan yang bersifat konkret atas suatu permohonan yang bersifat fiktif, Mahkamah Agung mengeluarkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN melalui Peraturan Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan Atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan. Walaupun demikian, UU No.30/2014 tidak mencabut ketentuan dalam UU No.5/1986 dan hanya memberikan perluasan pemaknaan atas lingkup KTUN sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 87 UU No.30/2014, sehingga menjadi pertanyaan selanjutnya: ketentuan mana yang akan digunakan dalam hal pemerintah tidak menerbitkan suatu keputusan atas permohonan yang diajukan oleh warganegaranya. Hal tersebut memberikan potensi dispute yang sekiranya dapat mengurangi angin segar bagi warga negara yang sebelumnya telah dihembuskan oleh UU No.30/2014. (***)


Screen.Shot.2016.01.30.at.10.28.36


Published at : Updated
Leave Your Footprint
  1. Bagaimana prosedur permohonan fiktif positif dan sifat putusan hakim deklaratur?

    • Permohonan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara tempat termohon berkedudukan.Dalam hal termohon berkedudukan di luar negeri,permohonan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.Sidang pemeriksaan dilakukan tanpa proses dismissal maupun pemeriksaan persiapan.Detail prosedur pengajuan merujuk pada PERMA No.5 Tahun 2015 perihal Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Atas Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan Atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan.

      Adapun putusan hakim deklaratoir menurut Yahya Harahap adalah pernyataan hakim yang tertuang dalam putusannya.Pernyataan tersebut merupakan penjelasan atau penetapan tentang suatu hak atau titlle maupun status.Terhadap putusan deklaratoir tidak perlu dilakukan eksekusi karena pada saat pernyataan deklaratoir diucapkan keadaan yang dinyatakan sah mulai berlaku.

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close