People Innovation Excellence

PHK DENGAN ALASAN “KESALAHAN BERAT”

Oleh IRON SARIRA (April 2016)

Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang pemutusan hubunga kerja (PHK) akibat adanya alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat. Pasal ini dalam perkembangannya kemudian telah dinyatakan tidak mengikat oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, tetap muncul pertanyaan apa yang dimaksud dengan kesalahan berat dalam kaitan dengan PHK itu?

Penulis tidak menemukan definisi yang pasti tentang “kesalahan berat” yang dimaksud. Sekalipun demikian, secara denotatif Pasal 158 ayat (1) pada huruf a sampai j telah memerinci jenis-jenis kesalahan berat yang dapat mengakibatkan PHK dan apa yang harus dilakukan oleh pengusaha manakala terjadi kesalahan itu dilakukan oleh pekerja/buruh. Contohnya adalah apabila pekerja/buruh melakukan penipuan, pencurian, atau pengggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan; atau buruh memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan; atau mabuk, meminum minuman keras; atau melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja; atau menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja; dan seterusnya. Kesalahan berat itu harus didukung dengan bukti, yakni pekerja/buruh tertangkap tangan, atau ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan, atau bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya dua alat saksi.

Walaupun perusahaan boleh melakukan PHK, Pasal 155 jo Pasal 151 dari undang-undang yang sama melarang PHK tanpa penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.  PHK tanpa penetapan adalah batal demi hukum. Namun, ayat (3) dari Pasal 155 memungkinkan pengecualian bahwa sebelum ada penetapan pelaku usaha boleh menjatuhkan skorsing dengan tetap membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh tersebut.

Pasal 155 jo Pasal 151 ini bertolak belakang dengan Pasal 158 karena pasal yang disebutkan terakhir ini membuka kesempatan PHK oleh pengusaha apabila pekerja/buruh melakukan kesalahan berat. Keberadaan Pasal 158 ini selanjutnya memicu dilakukannya uji materiil Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi pada tanggal 28 Oktober 2004 telah mengeluarkan putusan dengan Nomor 12/PUU-I/2003 yang dalam salah satu pertimbangannya menyatakan bahwa kesalahan berat yang diatur dalam Pasal 158 adalah perbuatan pidana yang telah diatur dalam KUHP. Ketentuan pasal ini dinilai telah melanggar asas praduga tak bersalah, mengingat pasal ini telah memberikan dasar bagi pengusaha untuk melakukan PHK secara sepihak sebelum ada putusan pengadilan.

Jadi, dengan adanya putusan MK ini, PHK atas kesalahan berat baru dapat dilakukan oleh pengusaha setelah pelaku terbukti dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Sebagai tindak lanjut atas Putusan MK RI No. 012/PUU-I/2003 tersebut, pada tanggal 7 Januari 2005, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) juga sudah mengeluarkan Surat Edaran No. SE.13/MEN/SJ-HKI/I/2005 yang pada intinya meminta pengusaha baru melakukan PHK kepada pekerja karena alasan kesalahan berat setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa pekerja benar telah melakukan kesalahan berat.

Oleh sebab itu, dengan dicabutnya Pasal 158 Undang-Undang Ketenagakerjaan, berarti rincian kesalahan berat oleh pekerja/buruh dalam rangka suatu hubungan kerja, menjadi pengaturan di luar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kesalahan berat itu sepenuhnya berada dalam ranah hukum pidana. Kesalahan berat adalah perbuatan tindak pidana yang terbukti dilakukan dan dihukum oleh pengadilan berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sepanjang putusan itu belum ada, PHK belum dapat dijatuhkan, kecuali berformat skorsing. (***)


Screen Shot 2015-05-07 at 00.06.44

 

 


Published at : Updated
Leave Your Footprint
  1. Jika Pasal 158 UU No 13 th 2003 dibatalkan dan dianggap tidak pernah ada, kenapa tidak membuat revisi UU terbaru Pengganti UU No 13 tahun 2003, agar tidak memunculkan perdebatan yang menguras banyak Energy…

    • Memang tidak mudah mengubah suatu peraturan perundang-undangan karena harus melibatkan lembaga legislatif yang terbukti tidak cukup tanggap menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut (sebagai negative legislator).

Periksa Browser Anda

Check Your Browser

Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

We're Moving Forward.

This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

  1. Google Chrome
  2. Mozilla Firefox
  3. Opera
  4. Internet Explorer 9
Close