People Innovation Excellence

MENGUJI EFEKTIVITAS ATURAN PLASTIK BERBAYAR DI TOKO SWALAYAN

Oleh BAMBANG PRATAMA (Maret 2016)

Ramainya pemberitaan media tentang pembebanan biaya kantong plastik senilai Rp200,- kepada pelanggan supermarket menarik untuk diulas. Aturan ini mulai diterapkan di Jakarta dan beberapa kota lainnya sebagai uji coba. Muncul pertanyaan, apakah penetapan aturan ini akan efektif?. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kiranya perlu diketahui apa maksud yang diinginkan dari penetapan aturan itu.

Berdasarkan penelusuran berita yang dilakukan, tujuan utama dari penetapan aturan ini adalah membangun kesadaran lingkungan di masyarakat untuk mengurangi pemakaian kantong plastik, sehingga jumlah sampah plastik dapat dikurangi. Dengan adanya aturan yang dimaksud maka diharapkan terbentuk pola pemikiran di masyarakat sehingga dengan sendirinya ada kebiasaan. Di negara-negara maju pada khususnya, kesadaran di masyarakat tentang hal ini sudah lama terbangun. Oleh karena itu, sudah saatnya di Indonesia dimulai kebiasaan itu.

Ada makna implisit yang dapat ditangkap dari aturan pembebanan biaya oleh pemerintah, yaitu merekayasa perilaku masyarakatnya. Artinya, law as a social engineering menjadi ruh dari fungsi aturan hukum ini mulai terlihat.‎ Yang menjadi ciri utama dari hukum di antaranya adalah adanya sanksi, dan bersifat memaksa. Jika mengaitkan ciri hukum di atas dengan aturan pembebanan biaya plastik Rp. 200,- maka sanksi uang yang harus dibayar adalah uang receh yang begitu kecil. Aturan ini akan gagal mengantarkan perilaku masyarakat sadar lingkungan. Jawaban di atas bukan asumsi, tetapi didasarkan pada fakta, pertama: dendanya adalah uang receh, kedua: sifat permisif di kalangan sebagian besar konsumen.

Dalam hal pengaturan uang receh (uang dalam pecahan kecil) di toko swalayan, ada pengalaman yang dapat dijadikan pola untuk dipelajari. Pertama, toko swalayan pernah memberlakukan sepihak penggantian uang receh/uang kembalian kepada masyarakat dengan permen. Kemudian kebiasaan tersebut ditertibkan oleh pemerintah, sehingga muncul pola kedua: penetapan sepihak pengembalian uang receh disumbangkan. Apakah kebijakan palstik berbayar ini bisa dikatakan sebagai pola ketiga?, karena dapat dikatakan sama-sama mengatur uang receh. Yang perlu digarisbawahi dari pengalaman di atas, adalah sifat permisif di kalangan masyarakat yang mengabaikan uang receh. Oleh sebab itu, kembali ditegaskan aturan kantong plastik berbayar tidak akan efektif.

Jika kesadaran lingkungan ingin dibangun, apa yang seharusnya dilakukan dengan instrumen hukum sebagai tools-nya?

Jawabannya adalah membebankan sanksi yang berat dan adanya paksaan tentunya. Hal yang bisa dilakukan, pertama: melarang orang tidak menggunakan kantong plastik dengan sanksi berupa pembelian plastik yang mahal misalnya Rp. 20.000,-. Kedua: menyiapkan infrastruktur dengan mewajibkan toko Swalayan menyediakan kantong kain dan kardus kepada pelanggan sebagai pilihan. Ketiga: mewajibkan toko swalayan untuk tidak menjual kantong plastik.

Bila tawaran aturan tersevut di atas dilakukan, maka niscaya law as a tool of social engineering dalam merekayasa perilaku sadar lingkungan akan efektif. Hanya yang perlu dilakukan adalah uji coba dan sosialisasi aturan ini setidaknya dilajukan minimal satu bulan sebelum dimulai agar tidak terjadi culture shock di masyarakat. Sosialisasi bisa dilakukan dengan membebankan kewajiban kepada toko swalayan untuk membuat tulisan di toko swalayannya yang berisi tanggal pemberlakuan aturan. Selain itu, sosialisasi lisan oleh pramuniaga setiap kali masyarakat membayar. Dengan sosialisasi yang kuat, maka awareness di masyarakat akan terbangun, sehingga kemudian muncul pola perilaku yang menjadi kebiasaan. (***)


Screen Shot 2015-07-30 at 1.01.23 PM


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close