People Innovation Excellence

MEKANISME BAGI PENCIPTA DALAM MENGHADAPI PELANGGARAN HAK CIPA

Oleh AGUS RIYANTO (April 2015)

Niat baik saja dari UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) tidak akan cukup melindungi pencipta jika penciptanya itu sendiri tidaklah tahu bagaimana memperjuangkan hak-haknya tersebut. Hal ini terjadi, karena keterbatasan pencipta tentang mekanisme hukum yang dapat dilakukannya jika terjadi perbuatan pelanggaran ketentuan Pasal 112-120 UUHC. Harus diakui bahwa UUHC yang baru dengan sangat jelas telah mengatur jalur-jalur hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta yaitu dengan melakukan gugatan perdata (Pasal 96, 97, 98 dan 99), laporan pidana (Pasal 105 juncto 110), penetapan sementara pengadilan (Pasal 106-109) dan Arbitrase (Pasal 95). Dengan empat pengaturan itu, seharusnya perindungan hukum pencipta di dalam memperjuangkan hak-haknya tidak lagi menghadapi kendala. Namun, apa benar demikian di dalam praktik?

Dapat dipahami bahwa di dalam tataran praktis-operasional tidak mudah memperjuangkan hak-hak pencipta. Untuk mempermudah perjuangan ini, maka pencipta dapat mempelajarinya keempat mekanisme hukum yang tersedia menurut UUHC sebagai pengetahuan menghadapi pelanggaran hak cipta yang merugikannya. Untuk lebih jelas di bawah ini disampaikan penjelasannya.

Gugatan Perdata. Yang dimaksud dengan gugatan ini mengandung dua cara yang dapat dilakukan pencipta. Pertama, pencipta berhak melakukan pembatalan pencatatan ciptaan (Pasal 97). Hal ini mengandung arti bahwa pihak yang mencatatka tidak berhak dan tindakan itu telah dilakukannya secara bertentangan dengan Pasal 31 UUHC. Pencipta yang sah secara hukum (Pasal 1 ayat [2] UUHC) adalah subjek yang berhak menuntut pembatalan pencatatan kepada Pengadilan Niaga. Hal ini karena pencipta yang sah menuntut keadilan meskipun yang telah tercatat adalah pihak yang tidak berhak. Melalui ketentuan ini hukum membuka kemungkinan pembatalannya, sehingga terpenuhilah unsur keadilan. Kedua, pencipta dengan melalui ahli warisnya berhak menuntut ganti rugi (Pasal 96). Ganti rugi yang dimaksud berupa pembayaran sejumlah uang yang dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak ekonomi pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait. Pembayaran ganti rugi kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait dibayarkan paling lama enam bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde). Di samping itu juga, ahli waris berhak menggugat setiap orang yang telah dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan pencipta yang melanggar hak moral (Pasal 98). Hal moral ilanggar dengan cara tidak mencantumkan nama pribadi pencipta yang telah meninggal dunia, sehingga pihak yang beritikad buruk itu telah terbukti melanggar Pasal 5 UUHC.

Lapor Pidana. Pencipta juga berhak melaporkan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang tidak berhak atas karya ciptanya sebagai pelaku tindak pidana kepada Kepolisian RI. Hal ini sesuai dengan Pasal 105 UUHC yang menentukan bahwa hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait tidak mengurangi hak pencipta dan/atau pemilik hak terkait untuk menuntut secara pidana. Dengan dasar inilah, maka ruang untuk memperkarakan secara pidana memang terbuka menurut UUHC dan hal itu dapat dilakukan karena tindak pidana hak cipta itu merupakan delik aduan (Pasal 120) yang dengan ketentuan itu bahwa suatu delik hak cipta hanya dapat dituntut, jika diadukan oleh orang yang merasa dirugikan (dalam hal ini Pencipta). Delik aduan sifatnya pribadi, yang memiliki syarat utama yaitu harus ada aduan dari pihak yang dirugikan. Dengan demikian, maka ada atau tidaknya tuntutan terhadap delik ini bergantung pada persetujuan dari yang dirugikan/korban/orang yang ditentukan oleh UU. Oleh karena itu di dalam mekanisme ini pencipta harus aktif melaporkannya dan tidak tepat jika berdiam diri melihat pelanggaran yang dilakukan pihak-pihak yang merugikan dirinya.

Penetapan Sementara. Inti utama dari lembaga penetapan sementara itu adalah dalam rangka mencegah berlarut-larutnya penderitaan dan bertambah ruginya pencipta sebagai akibat dari tindak perbuatan pihak lain yang telah melanggar hak-hak pencipta (hak moral, hak ekonomi, hak terkait dan hak royalti). Di samping itu penetapan sementara juga dilatarbelakangi proses penyelesaian sengketa di pengadilan yang tidak dapat dilakukan dalam waktu yang cepat dan proses pengambilan putusan yang pendek. Juga, ada upaya hingga ke Mahkamah Agung, sementara pencipta telah jelas-jelas dirugikan. Oleh karena itu, harus ada tindakan yang dapat menghambat kerugian pencipta dengan memohon penetapan sementara ke Pengadilan Niaga dengan tujuan utama mencegah masuknya barang yang diduga hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait ke jalur perdagangan, menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan sebagai alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut dan juga mengamankan barang bukti dan mencegah penghilangannya oleh pelanggar dan/atau menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar (Pasal 106). Melalui penetapan sementara pencipta setidak-tidaknya dapat merasakan keadilan, meski tahap sementara, sementara kasus yang dihadapi dan ditangani Pengadilan Niaga tetap berjalan dan menunggu hingga selesainya kasus pelanggaran tersebut selesai.

Arbitrase. Mekanisme terakhir pencipta adalah dengan melibatkan ‘peradilan swasta’ yang dikenal dengan nama arbitrase (Pasal 95). Arbitrase adalah forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Artinya, pencipta dapat juga menggunakan jalur ini sebagai aletrnatif memperjuangkan hak-haknya. Menggunakan arbitarse telah diatur oleh UU No. 30 Tahun 2009 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa. Dipilihnya mekanisme melalui jalur arbitarse adalah karena keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh melalui jalur ini di antaranya adalah kasusnya ditangani oleh para ahli yang ahli dalam bidangnya yang terdiri tiga hakim sebagai pemutus sengketanya, penanganan perkaranya bersifat rahasia atau tidak dapat diketahui publik sehingga penyelesaiannya menjadi hanyalah diketahui para pihak yang berpekara, putusan peradilan relatif lebih cepat dibandingkan dengan peradilan umum dan terakhir putusannya adalah final dan mengikat (final and binding). Artinya, putusan arbitrase adalah yang pertama dan sekaligus terakhir, sehingga tidak ada lagi upaya lainnya. Dengan menggunakan arbitrase ini dimungkinkan pencipta memperoleh keadilan yang tidak terlalu lama dibandingkan dengan mekanisme yang tersedia dalam memperjuangkan hak-haknya.

Dengan pemaparan di atas dalam tataran UUHC telah terdapat jalur-jalur di dalam memperjuangkan hak-hak pencipta. Jadi, tidak ada alasan dan hambatan bagi pencipta untuk tidak menggunakannya. Yang haruslah dipersiapkan secara matang dan hati-hati oleh pencipta adalah bukti-bukti yuridis yang dapat mendukung dasar langkah-langkah tersebut. Sikap yang demikian menjadi kunci utama memperjuangkan hak-haknya dalam pengertian hak-hak pencipta menjadi lebih terlindungi secara maksimal melalui putusan pengadilan yang berpihak kepada pencipta. Hal ini karena pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama‑sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi dan melalui ciptaannya akan dihasilkan setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Oleh karena itu adalah tepat UUHC telah memberikan proteksi maskimal kepada pencipta dengan mekanisme tersebut. Kendati demikian, semua pada akhirnya berpulang kepada pencipta apakah ia berkehendak untuk menegakkan hak-haknya atau tidak. (***)


Published at : Updated
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close