People Innovation Excellence

KARYAWAN KONTRAK DAN FILOSOFI UU KETENAGAKERJAAN

Oleh PAULUS ALUK FAJAR DWI SANTO (November 2014)

Secara umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memuat pasal-pasal yang ideal, namun dalam pelaksanaannya tidak dapat diaplikasikan secara konsisten. Salah satu contohnya adalah mengenai karyawan kontrak.Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan pekerjaan waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk waktu paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk waktu paling lama satu tahun.

Dalam Kepmen Nomor 100 Tahun 2004, diatur pula lamanya karyawan kontrak yang pekerjaannya sekali selesai adalah maksimal tiga tahun atau dapat dihentikan lebih awal jika pekerjaannya itu selesai lebih awal. Sementara untuk pekerjaan yang terkait produk baru atau produk tambahan dalam penajajakan, masa kontrak untuk karyawannya ditetapkan paling lama dua tahun atau dapat diperpanjang satu tahun. Untuk itu tidak boleh dilakukan pembaruan.

Sebenarnya Undang-Undang Ketenagakerjaan memberi perlindungan bagi karyawan-karyawan yang diperlakukan secara menyimpang dari ketentuan Pasal 59 tersebut, akan serta merta perjanjian kerjanya menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Kenyataannya, pelaksanaan pasal ini disiasati oleh banyak perusahaan. Dalam hal ini, mereka berpendapat ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan . Biasanya, perusahaan mengontrak seseorang selama setahun atau paling lama tahun. Setelah masa kontrak berakhir, perusahaan memberikan jeda untuk kemudian diangkat kembali dengan masa kontrak baru. Bahkan diberi nomor induk karyawan yang baru.

Filosofi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan sebenarnya tidak didesain untuk mentoleransi perilaku perusahaan seperti ini. Pertama, karyawan yang terus-menerus dikontrak menandai bahwa karyawan tersebut memang dibutuhkan. Apalagi jika area pekerjaan karyawan itu termasuk dalam core-business perusahaan tersebut. Perbuatan demikian sangat merugikan kepentingan karyawan, seperti masa kerja yang tidak diperhitungkan, yang berdampak pada besaran pesangon, jaminan ketenagakerjaan, dan lain-lan, Dampak ini jauh lebih buruk karyawan alih daya (oursourcing).

Sayangnya, hal ini sudah menjadi praktik umum yang menjalar di semua sektor. Untuk itu patut disesalkan pembiaran yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang tidak berani mengambil sikap tegas. Artinya apa yang menjadi filosofi undang-undang sama sekali tidak mendapat aksentuasi atau penguatan dari lembaga Pemerintah yang selayaknya mengawal produk hukum positif ini. (***)

 

 

 


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close