People Innovation Excellence

REINVENTING GOVERNMENT: EFEKTIVITAS PENGGUNAAN DANA PAJAK

 Oleh: ANGGIA DYARINI MOHAMMAD (April 2014)

Sekarang di DKI Jakarta kita yang tercinta ini sudah terdapat berbagai alternatif alat transportasi publik yang diharapkan semakin memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi warganya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Mulai dari bus Trans Jakarta, APTB (Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Trans Jakarta), Commuter Line hingga bus tingkat wisata yang saat ini masih dapat dinikmati secara gratis. Tak ketinggalan berbagai giga proyek pembangunan prasarana publik pemerintah provinsi seperti pembangunan MRT (Mass-Rapid Transportation) dan transportasi air di kanal-kanal seputar kota saat ini sedang dalam proses pengerjaan. Tidak hanya di Jakarta, pembangunan sektor transportasi publik ini dapat ditemukan di beberapa kota besar lainnya di Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan Denpasar.

Semua fasilitas transportasi publik tersebut dapat dinikmati oleh warga dengan harga yang sangat terjangkau, bahkan cuma-cuma, padahal kita tahu bahwa biaya pengadaan dan penyelenggaraan transportasi publik tersebut sangatlah tinggi. Pernahkah kita pikirkan darimana pemerintah mendapat dana tersebut? Ya, dari dana pajak yang kita bayarkan kepada pemerintah tentunya. Namun jika kita pikirkan kembali mengenai bagaimana cara pemerintah menyalurkan dana pajak dari berbagai sektor seperti PPh (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), hingga PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), kita akan merasa bahwa dana tersebut kemungkinan tidak tersalurkan secara efektif dan efisien. Bahkan sebagian dari kita ada yang berpikir bahwa pihak DJP (Direktorat Jenderal Pajak) menyalahgunakan dana pajak yang kita bayarkan. Benarkah itu?

Dari sisi subjek pengguna dana pajak, ternyata tugas dan wewenang yang diamanahkan negara dan Undang-Undang kepada DJP hanyalah mengadministrasikan penghimpunan penerimaan negara dari sektor pajak. DJP samasekali tidak berwenang untuk mengelola penggunaan pajak itu. Yang bertugas dan berwenang untuk merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi penggunaan APBN yang 70% lebih berasal dari pajak adalah DJA (Direktorat Jenderal Anggaran) berkoordinasi dengan Kementerian Negara PPN/Bappenas, instansi-instansi teknis Kementerian/Lembaga Pemerintah terkait lainnya dengan persetujuan DPR/ DPRD untuk persetujuan perumusan, pelaksanaan, pengawasan dan pengevaluasian penggunaan APBD. Kedua, perlu dipahami bahwa DJP hanya berwenang memungut Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) serta Pajak Bumi Bangunan (PBB) sektor Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan Migas (PBB sektor P3). Sedangkan PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB sektor P2) dialihkan menjadi wewenang Pemerintah Daerah (Pemda) sejak 2014. Pajak-pajak diluar PPh, PPN, PPnBM dan PBB sektor P3, seperti: BPHTB, pajak restoran, pajak warteg, pajak billboard, pajak parkir, pajak jalan, pajak kendaraan, dan pajak-pajak lainnya adalah kebijakan Pemda setempat (Wiyoso Hadi, Ke Mana Uang Pajak Kita?, www.pajak.go.id, 23 April 2012)

Berdasarkan keterangan di atas, maka kita tidak dapat menyalahkan pihak DJP manakala terjadi penyalahgunaan dana pajak, karena pihak DJP hanya bertanggungjawab mengumpulkan, bukan menyalurkannya. Lagipula, pembayaran dana pajak dilakukan oleh Wajib Pajak langsung ke kas Negara, bukan melalui pihak DJP.

Dari sisi objek penggunaan dana pajak, pemerintah Indonesia telah mulai menerapkan teori pemerintahan menurut David Osborne dalam bukunya yang berjudul Reinventing Government (Addison-Wesley Publishing Company Inc., New York, 1992) dimana Pemerintah harus menjual pelayanan, yakni harus pandai bertindak sebagai entrepreneur atau pengusaha dalam bidang pelayanan masyarakat yang professional dan akuntabel dalam bidangnya, sehingga otonomi daerah dapat berjalan dengan baik. Dalam implementasinya pada sistem otonomi daerah di Indonesia, penggunaan dana pajak oleh pemerintah pusat maupun daerah telah dilakukan secara sektoral, misalnya: dana yang berasal dari PKB dipergunakan untuk perbaikan dan perawatan sarana dan prasarana lalu lintas, dana yang berasal dari PBB dipergunakan untuk pembangunan sektor perumahan, dan lain sebagainya.

Kebijakan ini merupakan upaya peralihan sistem pajak dari tersentralisasi menjadi desentralisasi, dimana dalam jangka panjang diharapkan pemerintah Indonesia mampu menerapkan enterprising government – pemerintahan yang profesional dan akuntabel seperti halnya sebuah perusahaan – secara menyeluruh, demi mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia. (***)

Bahan artikel 200414-1


Published at :
Leave Your Footprint

    Periksa Browser Anda

    Check Your Browser

    Situs ini tidak lagi mendukung penggunaan browser dengan teknologi tertinggal.

    Apabila Anda melihat pesan ini, berarti Anda masih menggunakan browser Internet Explorer seri 8 / 7 / 6 / ...

    Sebagai informasi, browser yang anda gunakan ini tidaklah aman dan tidak dapat menampilkan teknologi CSS terakhir yang dapat membuat sebuah situs tampil lebih baik. Bahkan Microsoft sebagai pembuatnya, telah merekomendasikan agar menggunakan browser yang lebih modern.

    Untuk tampilan yang lebih baik, gunakan salah satu browser berikut. Download dan Install, seluruhnya gratis untuk digunakan.

    We're Moving Forward.

    This Site Is No Longer Supporting Out-of Date Browser.

    If you are viewing this message, it means that you are currently using Internet Explorer 8 / 7 / 6 / below to access this site. FYI, it is unsafe and unable to render the latest CSS improvements. Even Microsoft, its creator, wants you to install more modern browser.

    Best viewed with one of these browser instead. It is totally free.

    1. Google Chrome
    2. Mozilla Firefox
    3. Opera
    4. Internet Explorer 9
    Close